Rabu, 29 April 2015

Waspada Bila Sakit Malaria pada Saat Hamil

Bagaimana bila Ibu hamil mengalami sakit Malaria? bagaimana pengaruhnya pada bayi yang dikandungnya dan bagaimana gejala yang nampak serta penanganan apa saja yang baik dilakukan sesegera mungkin? Ingin tau lebih lanjut, mari kita simak ulasan dibawah ini:

Berikut Ulasannya: 

 "MALARIA PADA IBU HAMIL"

Malaria dan kehamilan adalah dua kondisi yang saling mempengaruhi. Perubahan fisiologis dalam kehamilan kehamilan dan perubahan patologis akibat malaria mempunyai efek sinergis terhadap kondisi masing-masing, sehingga semakin menambah masalah baik bagi ibu hamil, janinnya maupun dokter yang menanganinya.  P. falciparum dapat menyebabkan keadaan yang memburuk dan dramatis untuk ibu hamil.  Primigravida umumnya paling mudah terpengaruh oleh malaria, berupa anemia, demam, hipoglikemia, malaria serebral, edema pulmonar, sepsis puerperalis dan kematian akibat malaria berat dan hemoragis.
Masalah pada bayi baru lahir adalah berat lahir rendah, prematuritas, pertumbuhan janin terhambat , infeksi malaria dan kematian.

Malaria dalam Kehamilan: Masalah yang berlipat ganda: 
Lebih sering terjadi: 
--> Malaria lebih sering terjadi dalam kehamilan daripada populasi umum.  Penyebabnya kemungkinan karena adanya imunosupresi dan hilangnya acquired immun selama kehamilan. 
Gejala lebih Atipik: 
--> Dalam kehamilan, malaria cenderung menampakkan gejala atipik yang mungkin disebabkan adanya perubahan hormonal, imunologis dan hematologis selama kehamilan. 
Lebih Berat: 
--> Disebabkan perubahan hormonal dan imunologis koloni parasit cenderung membesar 10 kali lilpat sehingga semua komplikasi P.falciparum lebih sering terjadi selama kehamilan. 
Lebih Fatal: 
-->  P.falciparum malaria dalam kehamilan cenderung lebih berat, dengan tingkat infeksius l3% lebih tinggi daripada saat tidak hamil. 
Terapi harus selektif: 
--> Sejumlah anti malaria merupakan kontra indikasi diberikan saat hamil dan seringkali menimbulkan efek samping yang berat.  Oleh karena itu terapinya sering sulit, terutama infeksi malaria berat yang disebabkan P. falciparum. 
Masalah lain: 
--> Penanganan komplikasi malaria sering sulit karena pengaruh perubahan fisiologis selama kehamilan.  Harus dilakukan pengawasan ketat terhadap pemberian cairan, kontrol suhu dll.  Keputusan untuk terminasi kehamilan juga sering dipersulit oleh risiko kematian janin, pertumbuhan janin terhambat dan ancaman persalinan prematur. 

Patofisiologi: 
Patofisiologi malaria dalam kehamilan sangat dipengaruhi oleh perubahan sistem imunologis oleh adanya organ baru yaitu plasenta.  Terjadi penurunan sistem imunitas didapat yang dramatis selama kehamilan, terutama pada nulipara.  (Efek imunitas antimalaria ditransfer kepada janin)
Terdapat sejumlah hipotesa  yang menjelaskan patofisiologi malaria dalam kehamilan, yaitu:
Hipotesis –l: 
Hilangnya kekebalan antimalaria secara konsisten berhubungan dengan terjadinya imunosupresi selama kehamilan misalnya:  penurunan respon limfoproliferatif,  peningkatan level kortisol serum.  Hal ini dikondisikan untuk mencegah penolakan terhadap janin.  Akan tetapi, kejadian ini tidak menurunkan reaksi imunologis pada ibu multigravida yang pernah menderita malaria.
Hipotesis -2: 
Apakah yang hilang adalah cell mediated immunity saja, atau transfer antibodi mediated immunity secara pasif juga terganggu sehingga ibu hamil mudah terkena malaria?
Hipotesis -3: 
plasenta adalah organ yang baru bagi seorang primigravida sehingga memungkinan adanya imunitas host yang langsung menerobos atau adanya zat tertentu pada plasenta yang memudahkan P. falciparum untuk memperbanyak diri. 

Peran plasenta, suatu organ baru saat hamil: 
P. falciparum mempunyai kemampuan unik untuk melakukan cytoadhesion dan adhesion molecules spesifik terhadap CD 36 dan intercellular adhesion molecul-l yang mungkin terlibat dalam proses infeksi malaria yang berat pada anak dan wanita dewasa yang tidak hamil. Chondroitin sulfat A dan asam ..... diketahui merupakan molekul perekat untuk membantu melekatnya parasit ke sel. 

Gejala Klinik: 
Selama kehamilan lebih dari setengah kasus malaria bermanifestasi atipik/tidak khas, 
1. Demam: 
Pasien dapat mengeluhkan bermacam-macam pola demam, mulai dari afebris, demam tidak terlalu tinggi yang terus menerus hingga hiperpireksia.  Pada trimester kedua kehamilan gambaran atipik lebih sering terjadi karena proses imunosupresi. 
2. Anemia: 
Di negara berkembang, yang merupakan endemis malaria, anemia merupakan gejala yang sering ditemukan selama kehammilan.  Penyebab utama anemia  adalah malnutrisi dan kecacingan. Dalam kondisi seperti ini, malaria akan menambah berat anemia.  Malaria bisa bermanifestasi sebagai anemia, sehingga semua kasus anemia harus diperiksa kemungkinan malaria. Anemia merupakan gambaran klinik yang sering ditemukan pada pasien multigravida dengan imunitas parsial yang hidup di daerah hiperendemis. 
3. Splenomegali: 
Pembesaran limpa bisa terjadi , dan menghilang pada trimester dua kehamilan.  Bahkan splenomegali yang menetap sebelum hamil bisa mengecil selama kehamilan.  
4. Komplikasi: 
Komplikasi cenderung lebih sering dan lebih berat selama kehamilan.  Komplikasi yang sering timbul dalam kehamilan adalah edema paru, hipoglikemia dan anemia.  Komplikasi yang lebih jarang adalah kejang, penurunan kesadaran, koma, muntaber dan lain-lain. 

Komplikasi malaria dalam kehamilan: 
1. Anemia: Malaria dapat menyebabkan atau memperburuk anemia.  Hal ini disebabkan: 
- Hemolisis eritrosit yang diserang parasit 
- Peningkatan kebutuhan Fe selama hamil 
- Hemolisis berat dapat menyebabkan defisiensi asam folat.Anemia yang disebabkan oleh malaria lebih sering dan lebih berat antara usia kehamilan 16-29 minggu. 
Adanya defisiensi asam folat sebelumnya dapat memperberat anemia ini. 
Anemia meningkatkan kematian perinatal dan morbiditas serta mortalitas maternal. Kelainan ini meningkatkan risiko edema paru dan perdarahan pasca salin. Anemia yang signifikan (Hb <7-8gr%) harus ditangani dengan transfusi darah.  Sebaiknya diberikan packed red cells daripada whole blood untuk mengurangi tambahan volume intravaskuler. Transfusi yang terlalu cepat, khususnya whole blood dapat menyebabkan edema paru.   
2. Edema paru akut  
Edema paru akut adalah komplikasi malaria yang lebih sering terjadi pada wanita hamil daripada wanita tidak hamil.  Keadaan ini bisa ditemukan saat pasien datang atau baru terjadi setelah beberapa hari dalam perawatan. Kejadiannya lebih sering pada trimester 2 dan 3. Edema paru akut bertambah berat karena adanya anemia sebelumnya dan adanya perubahan hemodinamik dalam kehamilan. Kelainan ini sangat meningkatkan risiko mortalitas. 
3. Hipoglikemia  
Keadaan ini juga anehnya merupakan komplikasi yang cukup sering terjadi dalam kehamilan. Faktor-faktor yang mendukung terjadinya hipoglikemia adalah  sebagai berikut:
- Meningkatnya kebutuhan glukosa karena keadaan hiperkatabolik dan infeksi parasit   
- Sebagai respon terhadap starvasi/kelaparan   
- Peningkatkan respon pulau-pulau pankreas terhadap stimulus sekresi (misalnya guinine) menyebabkan terjadinya hiperinsulinemia dan hipoglikemia. Hipoglikemia pada pasien-pasien malaria tersebut dapat tetap asimtomatik dan dapat luput terdeteksi karena gejala-gejala hipoglikemia juga menyerupai gejala infeksi malaria, yaitu: takikardia, berkeringat, menggigil dll. Akan tetapi sebagian pasien dapat menunjukkan tingkah laku yang abnormal, kejang, penurunan kesadaran, pingsan dan lain-lain yang hampir menyerupai gejala malaria serebral.  Oleh karena itu semua wanita hamil yang terinfeksi malaria falciparum, khususnya yang mendapat terapi quinine harus dimonitor kadar gula darahnya setiap 4-6 jam sekali.  Hipoglikemia juga bisa rekuren sehingga monitor kadar gula darah harus konstan dilakukan. Kadang-kadang hipoglikemia dapat berhubungan dengan  laktat asidosis dan pada keadaan seperti ini risiko mortalitas  akan sangat meningkat.  Hipoglikemia maternal juga dapat menyebabkan gawat janin tanpa ada tanda-tanda yang spesifik. 
4. Imunosupresi 
Imunosupresi dalam kehamilan menyebabkan infeksi malaria yang terjadi menjadi lebih sering dan lebih berat.  Lebih buruk lagi, infeksi malaria sendiri dapat menekan respon imun. Perubahan hormonal selama kehamilan menurunkan sintesis imunoglobulin,Penurunan fungsi sistem retikuloendotelial adalah penyebab imunosupresi dalam kehamilan. Hal ini menyebabkan hilangnya imunitas didapat terhadap malaria  sehingga ibu hamil lebih rentan terinfeksi malaria. Infeksi malaria yang diderita lebih berat dengan parasitemia yang tinggi.  Pasien juga lebih sering mengalami demam paroksismal dan relaps. Infeksi sekunder (Infeksi saluran kencing dan pneumonia) dan pneumonia algid (syok septikemia) juga lebih sering terjadi dalam kehamilan karena imunosupresi ini. 
5. Risiko Terhadap Janin  
Malaria dalam kehamilan adalah masalah bagi janin. Tingginya demam, insufisiensi plasenta, hipoglikemia, anemia dan komplikasi-komplikasi lain dapat menimbulkan efek buruk terhadap janin. Baik malaria P. vivax dan P. falciparum dapat menimbulkan masalah bagi janin, akan tetapi jenis infeksi P. falciparum lebih serius. (Dilaporkan insidensinya mortalitasnya  l5,7% vs 33%)  Akibatnya dapat terjadi abortus spontan, persalinan prematur, kematian janin dalam rahim, insufisiensi plasenta, gangguan pertumbuhan janin (kronik/temporer), berat badan lahir rendah dan gawat janin.  Selain itu penyebaran infeksi secara transplasental ke janin dapat menyebabkan malaria kongenital. 
6. Malaria kongenital 
Malaria kongenital sangat jarang terjadi, diperkirakan timbul pada <5% kehamilan. Barier plasenta dan antibodi Ig G maternal yang menembus plasenta dapat melindungi janin dari keadaan ini.  Akan tetapi pada populasi non imun dapat terjadi malaria kongenital, khususnya pada keadaan epidemi malaria.  Kadar quinine plasma janin dan klorokuin sekitar l/3 dari kadarnya dalam plasma ibu sehingga kadar subterapeutik ini tidak dapat menyembuhkan infeksi pada janin.  Keempat spesies plasmodium dapat menyebabkan malaria kongenital, tetapi yang lebih sering adalah P. malariae. Neonatus dapat menunjukan adanya demam, iritabilitas, masalah minum, hepatosplenomegali, anemia, ikterus dll.  Diagnosis dapat ditegakkan dengan melakukan apus darah tebal dari darah umbilikus atau tusukan di tumit, kapan saja dalam satu minggu pascanatal. Diferensial diagnosisnya adalah inkompatibilitas Rh, infeksi CMV, Herpes, Rubella, Toksoplasmosis dan sifilis.

Pregnancy malaria dan intensitas transmisinya: 
Manifestasi klinik malaria dalam kehamilan berbeda antara daerah dengan transmisi rendah dengan transmisi tinggi  karena berbedanya tingkat imunitas. Pada daerah endemik, imunitas yang didapat tinggi sehingga mortalitas jarang terjadi, sering asimtomatik dan juga jarang terjadi parasitemia. Sekuestrasi plasmodium di plasenta dan terjadi plasenta malaria, sedangkan hasil pemeriksaan plasmodium di darah tepi seringkali negatif.
Parasitemia yang berat terjadi terutama pada trimester 2 dan 3, anemia dan gangguan integritas plasenta meyebabkan berkurangnya hantaran nutrisi ke janin sehingga menyebabkan berat lahir rendah, abortus, kematian janin dalam rahim, persalinan prematur dan semakin meningkatnya morbiditas dan mortalitas pada janin. 
Masalah ini lebih sering terjadi pada kehamilan pertama dan kedua karena kadar parasitemia akan menurun pada kehamilan2 berikutnya.  Strategi penanganan malaria pada ibu hamil di area dengan transmisi tinggi adalah terapi intermiten dan pemakaian kelambu berinsektisida. Di daerah dengan transmisi rendah, masalahnya sangat berbeda. 
Risiko malaria dalam kehamilan lebih tinggi dan dapat menyebabkan kematian maternal serta  abortus spontan pada >60% kasus.  Berat lahir rendah dapat terjadi walaupun telah diterapi; namun malaria yang asimtomatik jarang terjadi.  Strategi penanganannya adalah pencegahan dengan kemoprofilaksis, deteksi dini dan pengobatan yang adekuat. 

Penatalaksanaan Malaria dalam Kehamilan:  
Ada 3 aspek yang sama pentingnya untuk menangani malaria dalam kehamilan, yaitu: 
1. Pengobatan malaria 
2. Penanganan komplikasi 
3. Penanganan proses persalinan 

Terapi Malaria: 
Terapi malaria dalam kehamilan harus energetik, antisipatif dan seksama(careful). Energetik: Tidak membuang-buang waktu, lebih baik memperlakukan semua kasus sebagai kasus malaria falciparum, dan memeriksa tingkat keparahan penyakit dengan melihat keadaan umum, pucat, ikterus, tekanan darah, suhu, hemoglobin, hitung parasit, SGPT, bilirubin dan kreatinin serum serta glukosa darah.  
Antisipatif: malaria dalam kehamilan dapat tiba-tiba memburuk dan  menunjukkan komplikasi yang dramatik.  Oleh karena itu harus dilakukan monitoring ketat serta me nilai kemungkinan timbulnya komplikasi pada setiap pemeriksaan/visite rutin. 
Seksama: Perubahan fisiologis dalam kehamiklan menimbulkan masalah yang khusus dalam penanganan malaria.  Selain itu, sejumlah obat anti malaria merupakan kontraindikasi untuk kehamilan atau dapat menimbulkan efek samping yang berat.  Semua faktor tersebut harus selalu dipertimbangkan saat memberikan terapi pada pasien-pasien malaria dengan kehamilan.
Pilih obat yang sesuai dengan tingkat keparahan penyakit  dan pola sensitivitas di daerah tersebut (terapi empiris).  
Hindari obat yang menjadi kontra indikasi  
Hindari kelebihan/kekurangan dosis obat  
Hindari pemberian cairan yang berlebihan/kurang.  
Pertahankan  asupan kalori yang adekuat. 

Antimalaria dalam kehamilan:  
Semua trimester : quinine: Artesunate/artemether/arteether
Trimester dua     : mefloquine; pyrimethamine/sulfadoxine
Trimester tiga     : sama dengan trimester 2
Kontraindikasi     : primaquine; tetracycline; doxycycline; halofantrine   

------------------------------------------------------------------------------------------------
Sumber Data:  
-Ilmu Kedokteran - Fajrucmedicine 
---- SEMOGA BERMANFAAT ----

Kamis, 19 Maret 2015

Hyperemesis Gravidarum pada Kehamilan

Ibu Hamil tak jarang mengalami mual dan muntah pada saat proses kehamilannya berlangsung di trimester pertama, hal itu merupakan gejala fisik ringan apabila intensitasnya tidak melebihi muntah normal, apabila melebihi muntah normal kurang lebih dari 10x mual disertai muntah yang berlebihan dalam sehari, yang sampai mengganggu aktivitas dan mengalami penurunan keadaan ibu hamil ini disebut dalam bahasa medisnya "Hyperemesis Gravidarum". 
Anda pasti ingin tau banyak tentang ini, 
ayo kita simak ulasannya dibawah ini; 
---------------------------------------------------------------------------------------------- 
Berikut Ulasannya:


" HYPEREMESIS GRAVIDARUM "

Hyperemesis Gravidarum adalah gejala mual muntah pada ibu hamil trimester pertama yang terjadi setiap saat (Wiknjosastro, 2007).

Hyperemesis Gravidarum adalah mual muntah berlebihan selama masa hamil karena intensitasnya melebihi muntah normal dan berlangsung selama kehamilan trimester pertama (Varney, 2006).


Hyperemesis Gravidarum merupakan kejadian mual dan muntah yang berlebihan sehingga mengganggu pada ibu hamil. Hyperemesis Gravidarum sering terjadi pada awal kehamilan antara umur kehamilan 8-12 minggu. Apabila tidak tertangani dengan baik akan menyebabkan komplikasi bahkan kematian ibu dan janin. Prevalensi hyperemesis gravidarum antara 1-3 % atau 5-20 kasus per 1000 kehamilan (Simpson et.al, 2001).

Hiperemesis Gravidarum diartikan sebagai muntah yang terjadi secara berlebihan selama kehamilan (Hellen Farrer, 1999, hal:112).


Hiperemesis Gravidarum adalah mual dan muntah berlebihan pada wanita hamil sampai mengganggu pekerjaan sehari-hari karena pada umumnya menjadi buruk karena terjadi dehidrasi (Rustam Mochtar, 1998). 

Hiperemesis Gravidarum (vomitus yang merusak dalam kehamilan) adalah nousea dan vomitus dalam kehamilan yang berkembang sedemikian luas sehingga menjadi efek sistemik, dehidrasi dan penurunan berat badan (Ben-Zion, MD, Hal:232). 

Etiologi Hiperemesis Gravidarum: 
Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti. Frekuensi kejadian adalah 2 per 1000 kehamilan. Faktor-faktor predisposisi yang dikemukakan (Rustam Mochtar, 1998). Umumnya terjadi pada primigravida, mola hidatidosa, diabetes dan kehamilan ganda akibat peningkatan kadar HCG Faktor organik, yaitu karena masuknya viki khoriales dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabollik akibat kehamilan serta resitensi yang menurun dari pihak ibu terhadap perubahan–perubahan ini serta adanya alergi yaitu merupakan salah satu respon dari jaringan ibu terhadap janin. 

Faktor ini memegang peranan penting pada penyakit ini. Rumah tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut terhadap tanggungan sebagai ibu dapat menyebabkan konflik mental yang dapat memperberat mual dan muntah sebagai ekspresi tidak sadar terhadap keengganan menjadi hamil atau sebagai pelarian kesukaran hidup. Faktor endokrin lainnya: hipertyroid, diabetes dan lain-lain.

Patofisiologi / Patogenesis Hiperemesis Gravidarum: 
Perasaan mual adalah akibat dari meningkatnya kadar estrogen yang biasa terjadi pada trimester I. bila perasaan terjadi terus-menerus dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang tak sempurna, terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam aseto-asetik, asam hidroksida butirik dan aseton darah. 

Muntah menyebabkan dehidrasi, sehingga caira ekstraseluler dan plasma berkurang. Natrium dan klorida darah turun. Selain itu dehidrasai menyebabkan hemokonsentrasi, sehingga aliran darah ke jaringan berkurang. Hal ini menyebabkan jumlah zat makanan dan oksigen ke jaringan berkuang pula tertimbunnya zat metabolik yang toksik. 

Disamping dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit. Disamping dehidraasi dan gangguan keseimbangan elektrolit, dapat terjadi robekan pada selaput lendir esofagus dan lambung (sindroma mollary-weiss), dengan akibat perdarahan gastrointestinal. 

Manifestasi Klinis/ Tanda dan gejala Hiperemesis Gravidarum. Batas mual dan muntah berapa banyak yang disebut hiperemesis gravidarum tidak ada kesepakatan. Ada yang mengatakan bila lebih dari sepuluh kali muntah. Akan tetapi apabila keadaan umum ibu terpengaruh dianggap sebagai hiperemesis gravidarum. 

Menurut berat ringannya gejala dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu:
1. Tingkatan I (ringan) 
- Mual muntah terus-menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita,
- Ibu merasa lemah
- Nafsu makan tidak ada,
- Berat badan menurun,
- Merasa nyeri pada epigastrium,
- Nadi meningkat sekitar 100 per menit,
- Tekanan darah menurun,
- Turgor kulit berkurang,
- Lidah mengering
- Mata cekung 

2. Tingkatan II (sendang) 
- Penderita tampak lebih lemah dan apatis, 
- Turgor kulit mulai jelek, 
- Lidah mengering dan tampak kotor, 
- Nadi kecil dan cepat, 
- Suhu badan naik (dehidrasi), 
- Mata mulai ikterik, 
- Berat badan turun dan mata cekung, 
- Tensi turun, hemokonsentrasi, oliguri dan konstipasi, 
- Aseton tercium dari hawa pernafasan dan terjadi asetonuria. 

3. Tingkatan III (berat) 
- Keadaan umum lebih parah (kesadaran menurun dari somnolen sampai koma),
- Dehidrasi hebat, 
- Nadi kecil, cepat dan halus, 
- Suhu badan meningkat dan tensi turun, 
- Terjadi komplikasi fatal pada susunan saraf yang dikenal dengan enselopati wernicke dengan gejala nistagmus, diplopia dan penurunan mental, 
- Timbul ikterus yang menunjukkan adanya payah hati. 

Penatalaksanaan/ Penanganan/ Pengobatan/ Terapi Hiperemesis Gravidarum Pencegahan Hiperemesis Gravidarum:
Pencegahan terhadap hiperemesis gravidarum diperlukan dengan jalan memberikan penerapan tentang kehamilan dan persalinan sebagai suatu proses yang fisiologis. Hal itu dapat dilakukan dengan cara: 
1. Memberikan keyakinan bahwa mual dan muntah merupakan gejala yang fisiologik pada kehamilan muda dan akan hilang setelah kehamilan berumur 4 bulan. 
2. Ibu dianjurkan untuk mengubah pola makan sehari-hari dengan makanan dalam jumlah kecil tetapi sering. 
3. Waktu bangun pagi jangan segera turun dari tempat tidur, tetapi dianjurkan untuk makan roti kering arau biskuit dengan teh hangat. 
4. Hindari makanan yang berminyak dan berbau lemak 
5. Makan makanan dan minuman yang disajikan jangan terlalu panas atau terlalu dingin. 
6. Usahakan defekasi teratur. 
7. Terapi obat-obatan, Apabila dengan cara diatas keluhan dan gejala tidak berkurang maka diperlukan pengobatan:
- Tidak memberikan obat yang terotogen. 
- Sedativa yang sering diberikan adalah phenobarbital. 
- Vitamin yang sering dianjurkan adalah vitamin B1 dan B6. 
- Antihistaminika seperti dramamine, avomine. 
- Pada keadaan berat, anti emetik seperti diklomin hidrokhoride atau khlorpromazine.

Komplikasi Hiperemesis Gravidarum:
Hiperemesis Gravidarum dapat menyebabkan komplikasi selama kehamilan pada organ tubuh, diantaranya kelainan organ hepar, jantung, otak dan ginjal. Adapun kelainan organ pada hepar menyebabkan degenerasi lemak sentrilobuler tanpa nekrosis; pada jantung menyebabkan jantung atrofi, kecil dan biasa; pada otak menyebabkan perdarahan bercak dan pada ginjal menyebabkan pucat, degenerasi lemak pada tubuli kontroli. 

Hiperemesis gravidarum tingkatan II dan III harus dirawat inap di rumah sakit. Adapun terapi dan perawatan yang diberikan adalah sebagai berikut:
 
1. Isolasi 
Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang, tetapi cerah dan peredaran udara baik. Jangan terlalu banyak tamu, kalau perlu hanya perawat dan dokter saja yang boleh masuk. Catat cairan yang keluar dan masuk. Kadang-kadang isolasi dapat mengurangi atau menghilangkan gejala ini tanpa pengobatan Terapi psikologik. 
Berikan pengertian bahwa kehamilan adalah suatu hal yang wajar,normal dan fisiologik. Jadi tidak perlu takur dan khawatir. Yakinkan penderita bahwa penyakit dapat disembuhkan dan dihilangkan masalah atu konflik yang kiranya dapat menjadi latar belakang penyakit ini. 

2. Terapi mental 
Berikan cairan parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat dan protein dengan glukosa 5 %, dalam cairan gram fisiologis sebanya 2-3 liter sehari. Bila perlu dapat ditambah dengan kalium dan vitamin khususnya vitamin B kompleks dn vitamin C dan bila ada kekurangan protein, dapat diberikan pula asam amino esensial secara intravena. Buat dalam daftar kontrol cairan yang amsuk dan dikeluarkan. Berikan pula obat-obatan seperti yang telah disebutkan diatas. 

3. Terminasi kehamilan
Pada beberapa kasus keadaan tidak menjadi baik, bahkan mundur. Usahakan mengadakan pemeriksaan medik dan psikiatrik bila keadaan memburuk. Delirium, kebutaan, takikardia, ikterik, anuria, dan perdarahan merupakan manifestasi komplikasi organik. 
Dalam keadaan demikian perlu dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan. Keputusan untuk melakukan abortus terapeutik sering sulit diambil, oleh karena disatu pihak tidak boleh dilakukan terlalu capat dan dipihal lain tidak boleh menunggu sampai terjadi irreversible pada organ vital. 

-----------------------------------------------------------------------------------------------------

Sumber Data:
- Rustam, Mochtar. 1998. Sinopsis Obstetri. Edisi 2. Jakarta: EGC. Hlm. 195-197.
- Ben Zion T, 1994. Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri & Genekologi, Edisi 1. Jakarta: EGC. 
- , Kampusdokter- dan Lusaweb, 2013. "Hyperemesis Gravidarum
"
- Fadlun, dkk. 2011. Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta: Salemba Medika. Hlm. 39-40.
 
---- SEMOGA BERMANFAAT ----

Rabu, 18 Maret 2015

Molahidatidosa pada Kehamilan

Hamil Anggur atau dalam bahasa medisnya Molahidatidosa
Pernahkah Anda mendengar seorang ibu hamil yang dinyatakan bahwa kehamilannya merupakan kehamilan anggur,... perlu diketahui bahwa kehamilan ini merupakan kehamilan yang tidak normal... mau lebih tau tentang kehamilan anggur dalam kehamilan, yuuukk... mari kita simak ulasan dibawah ini:

--------------------------------------------------------------------
Berikut Ulasannya:

" MOLAHIDATIDOSA "  

Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. (Wiknjosastro, Hanifa, dkk, 2002:339).

Mola hidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan) yang tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. (Mochtar, Rustam, dkk, 1998:23).
 
Mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik menjadi sejumlah kista yang menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan. Embrio mati dan mola tumbuh dengan cepat, membesarnya uterus dan menghasilkan sejumlah besar human chorionic gonadotropin (hCG) (Hamilton, C. Mary, 1995:104). 

Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal di mana hampir seluruh villi kariolisnya mengalami perubahan hidrofobik. (Mansjoer, Arif, dkk, 2001:265). 

Mola hidatidosa adalah kelainan villi chorialis yang terdiri dari berbagai tingkat proliferasi tropoblast dan edema stroma villi. (Jack A. Pritchard, dkk, 1991:514).

Mola hidatidosa adalah pembengkakan kistik, hidropik, daripada villi choriales, sdisertai proliperasi hiperplastik dan anaplastik epitel chorion. Tidak terbentuk fetus (Soekojo, Saleh, 1973:325).

 Berdasarkan beberapa pengertian diatas yang dimaksud dengan mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hampir seluruh villi kariolisnya mengalami perubahan hidrofobik yang menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan dengan ciri-ciri stoma villus korialis langka, vaskularisasi dan edematous. Embrio mati dan mola tumbuh dengan cepat, membesarnya uterus dan menghasilkan sejumlah besar human chorionic gonadotropin (hCG).


Penyebab mola hidatidosa belum diketahui secara pasti, namun faktor penyebabnya adalah:
  Faktor ovum: ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat  dikeluarkan. 
   Imunoselektif dari tropoblast 
   Keadaan sosio-ekonomi yang rendah 
   Kekurangan protein dan asam folat, infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas 
   Kekurangan gizi pada ibu hamil. 
   Kelainan rahim. 
   Wanita dengan usia dibawah 20 tahun atau diatas 40 tahun. 

Tanda dan Gejala:
Kecurigaaan biasanya terjadi pada minggu ke 14–16, dimana kita dapat melihat adanya tanda-tanda seperti dibawah ini : 
    Ukuran rahim lebih besar dari kehamilan biasa 
    Pembesaran rahim yang terkadang diikuti perdarahan 
   Bercak berwarna merah darah beserta keluarnya materi seperti anggur pada pakaian dalam. 

Adapun gejala dari mola hidatidosa adalah: 
    Mual dan muntah yang parah yang menyebabkan 10% pasien masuk RS. 
    Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih besar). 
   Gejala-gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup, penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit lembab. 
  Gejala-gejala preeklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai, peningkatan tekanan darah, proteinuria.

Patofisiologi Mola Hidatidosa / Patogenesis Mola Hidatidosa:
Mola hidatidosa dapat terbagi menjadi:  
1. Mola hidatidosa komplet (klasik), jika tidak ditemukan janin.   
2. Mola hidatidosa inkomplet (parsial), jika disertai janin atau bagian janin. 

Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit trofoblast: 
1. Teori missed abortion  
Mudigah mati pada kehamilan 3-5 minggu karena itu terjadi gangguan peredarah darah sehingga terjadi penimbunan cairan masenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung. 
2. Teori neoplasma dari Park 
Sel-sel trofoblast adalah abnormal dan memiliki fungsi yang abnormal dimana terjadi reabsorbsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehigga timbul gelembung.  
3. Studi dari Hertig 
Studi dari Hertig lebih menegaskan lagi bahwa mola hidatidosa semata-mata akibat akumulasi cairan yang menyertai degenerasi awal atau tiak adanya embrio komplit pada minggu ke tiga dan ke lima. Adanya sirkulasi maternal yang terus menerus dan tidak adanya fetus menyebabkan trofoblast berproliferasi dan melakukan fungsinya selama pembentukan cairan. 
(Silvia, Wilson, 2000 : 467) 


Klasifikasi mola hidatidosa berdasarkan ada atau tidaknya janin yaitu: 
1. Mola Hidatidosa Komplit (Klasik) 
Villi korion berubah menjadi massa vesikel dengan ukuran bervariasi dari sulit terlihat sehingga diameter beberapa centimeter. Histologinya memiliki karakteristik yaitu: 
  Tidak ada pembuluh pada vili yang membengkak 
  Prolifersi dari epitel trofoblas dengan bermacam-macam ukuran 
  Tidak adanya janin atau amnion 
2. Mola Hidatidosa Inkomplit (Parsial) 
Masih tampak gelembung yang disertai janin atau bagian dari janin. Umumnya janin masih hidup dalam bulan pertama. Tetapi ada juga yang hidup sampai aterm. Pada pemeriksaan histopatologik tampak di beberapa tempat villi yang edema dengan sel trofoblas yang tidak begitu berproliferasi, sedangkan tempat lain masih banyak yang normal.

Manifestasi Klinik, Gambaran klinik yang biasanya timbul pada klien dengan "mola hidatidosa" adalah: 
  Amenore dan tanda-tanda kehamilan 
  Perdarahan pervaginam berulang, darah cenderung berwarna coklat, pada keadaan lanjut kadang keluar gelembung mola. 
  Pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan. 
Tidak terabanya bagian janin pada palpasi dan tidak terdengarnya denyut jantung janin sekalipun uterus sudah membesar setinggi pusat atau lebih. 
  Preeklampsia atau eklampsia yang terjadi sebelum kehamilan 24 minggu.  

Pemeriksaan Penunjang: 
Pemeriksaan Fisik: 
1. Mola lengkap (Complete mole) 
Tanda klasik: pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan yang diharapkan, atau dengan kata lain, ukuran (uterus) inkonsisten dengan usia kehamilan. 
Pembesaran yang tidak diharapkan ini disebabkan oleh pertumbuhan trofoblas yang berlebihan (excessive trophoblastic growth) dan darah yang tertahan (retained blood) 
  Preeclampsia (Preeklamsia) 
 Sekitar 27% pasien mola lengkap disertai toksemia, yang ditandai dengan: 
- hipertensi (tekanan darah>140/90 mmHg) 
- proteinuria (>300 mg/hari)
- edema dengan hyperreflexia, kejang (convulsion) jarang terjadi. 
  Kista teka lutein (Theca lutein cysts) 
Kista ini merupakan kista ovarium yang berdiameter lebih dari 6 cm dan menyertai pembesaran ovarium. Karena meningkatnya ukuran ovarium, dapat berisiko terjadi puntiran (torsion). Kista ini tidak terdeteksi dengan palpasi bimanual namun teridentifikasi dengan USG (ultrasonography). Selain itu, kista ini berkembang sebagai respon (tanggapan) atas tingginya kadar beta-HCG, dan mengecil spontan setelah mola dievakuasi (diangkat 

2. Mola parsial (Partial mole) 
  Pembesaran uterus dan preeclampsia dilaporkan terjadi hanya pada 3% pasien. 
  Jarang disertai kista teka lutein, hiperemesis, dan hipertiroidisme. 
  Kembar (Twinning). Kembar dengan mola lengkap dan janin (fetus) dengan plasenta normal telah dilaporkan. Kasus bayi sehat pada keadaan seperti ini telah dilaporkan pula. 
   Wanita dengan coexistent molar dan kehamilan (gestation) normal berisiko tinggi untuk berkembang menjadi persistent disease dan metastasis. Tindakan mengakhiri kehamilan (termination of pregnancy) merupakan pilihan yang direkomendasikan. 
Kehamilan dapat dilanjutkan selama status maternal stabil, tanpa perdarahan (hemorrhage), thyrotoxicosis, atau hipertensi berat. Pasien haruslah diberitahu tentang tingginya risiko morbiditas maternal (kematian ibu) ari komplikasi yang mungkin terjadi. 
Diagnosis genetika prental melalui sampel chorionic villus atau amniocentesis direkomendasikan untuk mengevaluasi karyotype janin (fetus). 

Pemeriksaan Laboratorium: 
1. Quantitative beta-HCG 
Kadar HCG lebih dari 100,000 mIU/mL mengindikasikan pertumbuhan trofoblas yang berlebihan (exuberant trophoblastic growth) dan dugaan adanya kehamilan mola haruslah disingkirkan. Kadar HCG pada kehamilan mola biasanya normal. 
2. Hitung darah lengkap dengan trombosit (complete blood cell count with platelets)
Anemia merupakan komplikasi medis yang umum terjadi, sebagai perkembangan (development) dari proses koagulopati. 
3. Fungsi pembekuan (clotting function) 
Tes ini dilakukan untuk menyingkirkan dugaan adanya komplikasi akibat proses perkembangan koagulopati. 
   Tes fungsi hati (Liver function test) 
   Blood urea nitrogen (BUN) dan kreatinin 
   Thyroxin 
Meskipun wanita dengan kehamilan mola secara klinis biasanya euthyroid, namun kadar plasma thyroxin biasanya naik di atas nilai normal wanita dengan kehamilan normal. Di samping itu, gejala hyperthyroidism dapat terjadi. 
   Serum inhibin A dan activin 
Serum inhibin A dan activin A menjadi 7-10 kali lipat lebih tinggi pada kehamilan mola dibandingkan dengan kehamilan normal pada usia kehamilan (gestational) yang sama. 

Komplikasi yang terjadi pada pasien dengan gangguan mola hidatidosa adalah: 
  Perforasi uterus saat melakukan tindakan kuretase (suction curettage) terkadang terjadi karena uterus luas dan lembek (boggy). Jika terjadi perforasi, harus segera diambil tindakan dengan bantuan laparoskop. 
  Perdarahan (hemorrhage) merupakan komplikasi yang sering terjadi saat pengangkatan (evacuation) mola. Oleh karena itu, oksitosin intravena harus diberikan sebelum evakuasi mola. Methergine dan atau Hemabate juga harus tersedia. Selain itu, darah yang sesuai dan cocok dengan pasien juga harus tersedia. 
Penyakit trofoblas ganas (malignant trophoblastic disease) berkembang pada 20% kehamilan mola. Oleh karena itu, quantitative HCG sebaiknya dimonitor terus-menerus selama satu tahun setelah evakuasi (postevacuation) mola sampai hasilnya negatif. 
Pembebasan faktor-faktor pembekuan darah oleh jaringan mola memiliki aktivitas fibrinolisis. Oleh karena itu, semua pasien harus diskrining untuk disseminated intravascular coagulopathy (DIC). 
  Emboli trofoblas dipercaya menyebabkan acute respiratory insufficiency. Faktor risiko terbesar adalah ukuran uterus yang lebih besar dibandingkan usia kehamilan (gestational age) 16 minggu. Kondisi ini dapat menyebabkan kematian.

Penatalaksanaan yang biasa dilakukan pada mola hidatidosa adalah: 
  Diagnosis dini akan menguntungkan prognosis 
  Pemeriksaan USG sangat membantu diagnosis. 
Pada fasilitas kesehatan di mana sumber daya sangat terbatas, dapat dilakukan: Evaluasi klinik dengan fokus pada: Riwayat haid terakhir dan kehamilan Perdarahan tidak teratur atau spotting, pembesaran abnormal uterus, pelunakan serviks dan korpus uteri. Kajian uji kehamilan dengan pengenceran urin. Pastikan tidak ada janin (Ballottement) atau DJJ sebelum upaya diagnosis dengan perasat Hanifa Wiknjosastro atau Acosta Sisson 
  Lakukan pengosongan jaringan mola dengan segera 
  Antisipasi komplikasi (krisis tiroid, perdarahan hebat atau perforasi uterus) 
  Lakukan pengamatan lanjut hingga minimal 1 tahun. 

Selain dari penanganan di atas, masih terdapat beberapa penanganan khusus yang dilakukan pada pasien dengan mola hidatidosa, yaitu: Segera lakukan evakuasi jaringan mola dan sementara proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU oksitosin dalam 500 ml NaCl atau RL dengan kecepatan 40-60 tetes per menit (sebagai tindakan preventif terhadap perdarahan hebat dan efektifitas kontraksi terhadap pengosongan uterus secara tepat). 
Pengosongan dengan Aspirasi Vakum lebih aman dari kuretase tajam. Bila sumber vakum adalah tabung manual, siapkan peralatan AVM minimal 3 set agar dapat digunakan secara bergantian hingga pengosongan kavum uteri selesai. Kenali dan tangani komplikasi seperti tirotoksikasi atau krisis tiroid baik sebelum, selama dan setelah prosedur evakuasi. Anemia sedang cukup diberikan Sulfas Ferosus 600 mg/hari, untuk anemia berat lakukan transfusi. Kadar hCG diatas 100.000 IU/L praevakuasi menunjukkan masih terdapat trofoblast aktif (diluar uterus atau invasif), berikan kemoterapi MTX dan pantau beta-hCG serta besar uterus secara klinis dan USG tiap 2 minggu. 
 -----------------------------------------------------------------------------------------------

Sumber Data: 
- Silvia, Wilson, 2000:467. Mochtar, Rustam, dkk, 1998:23, Wiknjosastro, 
- Hanifa, dkk, 2002:339, Hamilton, C.Mary, 1995:104, Mansjoer, Arif, dkk, 2001:265,
- Jack A. Pritchard, dkk, 1991:514, Soekojo, Saleh, 1973 : 325.


 ---- SEMOGA BERMANFAAT ----